Skip to main content

BI RATE tetap 7.5 %

Siaran pers Departemen Komunikasi 13-2-2014
source : http://www.bi.go.id/id/Default.aspx
No. 16/ 8 /DKom
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 13 Februari 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan stance kebijakan moneter ketat untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, melanjutkan upaya pendalaman pasar, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Rapat Dewan Gubernur menilai bauran kebijakan yang telah dilakukan BI bersama dengan Pemerintah telah mendorong stabilisasi perekonomian sesuai dengan arah yang diharapkan, yaitu terkendalinya inflasi dan menurunnya defisit transaksi berjalan. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan memastikan langkah-langkah antisipasi agar stabilitas makroekonomi tetap terjaga.
Asesmen Bank Indonesia menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi dunia semakin membaik ditengah masih berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global. Perkembangan tersebut terutama ditopang pertumbuhan ekonomi negara maju, terutama Amerika Serikat  dan Jepang, yang pada triwulan IV 2013 berada dalam tren meningkat dan diperkirakan berlanjut pada tahun 2014. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia mendorong meningkatnya volume perdagangan dunia dan membaiknya perkembangan harga-harga komoditas, termasuk harga komoditas utama ekspor nonmigas Indonesia. Persepsi investor juga membaik setelah adanya kejelasan arah kebijakan the Fed, meskipun ketidakpastian pasar keuangan global masih relatif tinggi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati risiko yang bersumber dari perekonomian global, terutama risiko yang bersumber dari normalisasi kebijakan the Fed dan risiko melambatnya ekonomi China.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV 2013 lebih baik dari perkiraan Bank Indonesia disertai dengan struktur yang lebih berimbang. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 meningkat dari 5,63% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 5,72% (yoy) ditopang oleh membaiknya ekspor riil sejalan dengan kenaikan permintaan mitra dagang negara-negara maju. Sementara itu, pertumbuhan permintaan domestik mengalami moderasi tercermin dari melambatnya konsumsi rumah tangga dan investasi, khususnya investasi nonbangunan. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia keseluruhan tahun 2013 tercatat 5,78%. Pada tahun 2014, moderasi permintaan domestik diperkirakan berlanjut sementara kinerja ekspor akan membaik sejalan berlanjutnya perbaikan ekonomi global sehingga mendorong perbaikan struktur ekonomi Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,8-6,2%.

Ekspor yang membaik mendorong menurunnya defisit transaksi berjalan secara signifikan dan menopang perbaikan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV 2013. Defisit transaksi berjalan triwulan IV 2013 menurun cukup tajam yang diperkirakan menjadi 1,98% dari PDB, jauh lebih rendah dari defisit transaksi berjalan pada triwulan sebelumnya sebesar 3,85%. Kenaikan ekspor didukung oleh kenaikan ekspor manufaktur sejalan meningkatnya permintaan dari AS dan Jepang, disamping peningkatan ekspor sumber daya alam terkait dengan antisipasi pemberlakuan UU Minerba. Penurunan defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh penurunan impor sejalan moderasi permintaan domestik. Perbaikan NPI triwulan IV 2013 juga ditopang peningkatan surplus transaksi modal finansial bersumber dari penarikan pinjaman luar negeri korporasi, penarikan simpanan bank domestik di luar negeri, dan arus masuk Penanaman Modal Asing Langsung yang tetap stabil. Bank Indonesia memperkirakan penguatan NPI berlanjut pada 2014 ditopang prospek defisit transaksi berjalan yang menurun serta surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat. Pada Januari 2014, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 100,7 miliar dolar AS, setara 5,7 bulan impor atau 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Membaiknya fundamental perekonomian Indonesia berdampak positif pada meredanya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah. Pada Januari 2014, rupiah ditutup di level Rp12.210 per dolar AS, melemah 0,33% dibandingkan dengan akhir Desember 2013, lebih kecil dari pelemahan pada Desember 2013 sebesar 1,71%. Secara rata-rata, rupiah Januari 2014 tercatat Rp12.075 per dolar AS, melemah 0,7%, lebih rendah dibandingkan pelemahan rata-rata rupiah pada Desember 2013 sebesar 3,74%. Dengan perkembangan ini maka indeks nilai tukar rupiah riil efektif (Real Effective Exchange Rate – REER dengan tahun dasar 2006) tercatat 94,2 sehingga tingkat daya saing harga ekspor Indonesia relatif tinggi. Aktivitas pasar uang, baik Rupiah maupun valas semakin berkembang dinamis dengan volume transaksi yang meningkat dan premi risiko seperti tercermin pada credit default swap (CDS) yang menurun. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah Bank Indonesia untuk pendalaman pasar keuangan, termasuk swap lindung nilai dan repo antar bank dengan mini MRA. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar valas. Penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri sesuai UU Mata Uang dan perluasan instrumen lindung nilai dalam transaksi valas terus didorong.
Inflasi pada Januari 2014 sesuai dengan pola historisnya sehingga belum mengganggu prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Desember 2013, inflasi Januari 2014 sebesar 1,07% (mtm) tidak berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahun 2008-2013. Kenaikan inflasi terutama dipengaruhi kenaikan inflasi volatile food akibat bencana alam dan banjir yang kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah terutama Jawa dan Sumatera. Sementara itu, inflasi inti sedikit meningkat antara lain didorong dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti kendaraan bermotor serta alat elektronik. Bank Indonesia akan tetap mewaspadai sejumlah risiko inflasi ke depan, termasuk gangguan pasokan pangan, kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dan dampak depresiasi nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan dan berkoordinasi dengan Pemerintah sehingga dapat memitigasi berbagai risiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran inflasi. 
Penyesuaian ekonomi Indonesia yang terkendali ditopang oleh stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga. Ketahanan industri perbankan tetap solid dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dengan dukungan ketahanan modal yang masih kuat. Pertumbuhan kredit perbankan menurun dari 21,9% pada November 2013 menjadi 21,4% (atau 17,4% dengan menetralkan depresiasi nilai tukar) pada Desember 2013 sejalan dengan permintaan domestik yang melambat dan kenaikan suku bunga. Bank Indonesia akan berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sejalan dengan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Sementara itu, kinerja pasar saham pada Januari 2014 membaik ditandai dengan kenaikan IHSG. Perkembangan berbeda terlihat pada kinerja pasar obligasi pemerintah yang menurun tercermin pada kenaikan imbal hasil SBN.
Jakarta, 13 Februari 2014
Departemen Komunikasi
Tirta Segara
Direktur Eksekutif